Pemerintah RI dalam waktu dekat ini berencana memperkuat armada lautnya, wa bil khusus, jajaran Satuan Kapal Selam Armada RI atau yg terkenal dengan Korps Hiu Kencana TNI AL. Penguatan armada oleh Pemerintah RI ini, dilakukan dengan penambahan 2 s/d 3 unit kapal selam.
Dari proses tender yang panjang sekali yang diikuti oleh beberapa negara produsen kapal selam mulai Korea, Russia, Jerman, Prancis sampai dengan adanya rumor bahwa Belanda dan China juga ikut menawarkan produknya. Informasi terakhir terarah pada kandidat pemenang yang paling mungkin adalah Korea Selatan dengan Chang Bogo classnya. Chang Bogo adalah kapal selam buatan DSME Korea yang berbasis pada desain kapal selam type U-209 yg desain aslinya adalah milik galangan Howaldtswerke-Deutsche Werft (HDW) Jerman. Kabar-kabarnya, tender pemerintah mensyaratkan transfer of teknologi (ToT) bagi industri perkapalan di Indonesia, yg artinya dari jumlah yang dibeli ada kapal selam yang harus dibangun di galangan nasional.
Mengenai Type 209 ini sendiri, Type 209 adalah termasuk salah satu desain kapal selam yang paling sukses di dunia serta banyak digunakan oleh angkatan laut di dunia, termasuk Indonesia yang memiliki 2 unit KRI Cakra (401) dan KRI Nanggal (402)
Type 209 adalah jenis kelas kapal selam serbu diesel-electric (attack submarine) yang dikembangkan secara eksklusif untuk ekspor pada akhir tahun 1960 oleh HDW Jerman. Meskipun tidak dioperasikan oleh Angkatan Laut Jerman sendiri, kelas U-209 ini telah berhasil diekspor ke 13 negara dengan lebih dari 60 unit kapal telah dibangun.
Sejarah Pengembangan
Pada awal 1970, angkatan laut banyak mulai membutuhkan penggantian kapal selam yang umumnya dibangun pada masa pra-Perang Dunia II. Selama kurun waktu ini, sedikit desain dari kapal selam negara-negara barat yang tersedia untuk ekspor, karena sebagian berukuran besar, mahal dan dirancang untuk Perang Dingin. Beberapa desain yang ada, awalnya dibangun untuk negara-negara tertentu saja, termasuk Kelas Daphne dari Perancis, Inggris dengan Kelas Oberon, dan kapal selam Soviet Kelas Foxtrot. Dari situ HDW Jerman mengajukan desain, yang oleh Departemen Pertahanan Jerman dinamai sebagai "Type 209" memberikan solusi dengan persenjataan yang memadai dan harga yang wajar
Desain
Desain Type 209 ini dirancang oleh Ingenieur Kontor Lübeck (IKL) yang sebagian besarnya didasarkan pada desain kapal selam type sebelumnya, yaitu Type 206, dengan penambahan peralatan. Desain lambung tunggal memungkinkan komandan untuk melihat seluruh kapal dari haluan ke buritan pada saat berdiri di periskop. Empat unit baterry dengan 120-cell terletak di lower deck, didepan dan belakang pusat ini, dan ini menambah sekitar 25% displacement kapal. Dua tangki ballast utama, dengan trim tank depan dan belakang memungkinkan kapal untuk menyelam. Kapal ini didukung oleh empat unit diesel MTU dan empat unit generator AEG. Motor listrik AEG terhubung langsung ke propeller dengan lima atau tujuh bilah daun.
Persenjataan
Type 209 ini dipersenjatai dengan 8 tabung torpedo ukuran 533 mm dan 14 buah torpedo. Type 209 yang digunakan oleh Yunani, Korea Selatan, dan Turki (Type 209/1400) juga dilengkapi rudal Sub-Harpoon. Kapal yang digunakan oleh Korea Selatan dapat dipersenjatai dengan 28 ranjau di tempat torpedo dan Harpoon, sementara Type 209 milik India dapat membawa 24 ranjau yang diletakkan eksternal.
Type ini dapat dipersenjatai dengan berbagai model torpedo tergantung pada Negara pemakainya. Tetapi mayoritas Type 209 ini membawa SUT – Surface & Underwater Target, seperti milik Chili, Kolombia, Ekuador, Yunani, India, Indonesia, Korea Selatan atau torpedo SST – Special Surface Target seperti milik Argentina, Peru, Turki 209/1200) dan Venezuela. Type 209 ini juga dapat membawa torpedo Markus 24 Tigerfish seperti milik Brasil, Turki (209/1400s), DM2A4 (Turki Gur 209/1400s), dan Mark 37 (Argentina).
Lima varian dari kapal selam Type 209 ini telah diproduksi, yaitu:
- Type 209/1100
- Type 209/1200
- Type 209/1300
- Type 209/1400
- Type 209/1500
Beberapa modifikasi telah dibuat pada kelas ini, termasuk pemasangan mesin diesel baru. Pemasangan AC dan fitur elektronik baru telah ditambahkan untuk mengakomodasi permintaan dari Negara-negara Amerika Selatan. Displacement beberapa varian bahkan telah meningkat hampir 50% untuk memasang peralatan baru, memodernisasi akomodasi, dan memperluas jarak operasi.
Kelas Thomson yang dibangun untuk Angkatan Laut Chili memiliki escape hatch tambahan yang dipasang pada ruang torpedo dan ruang mesin.
Type 209 ini dilengkapi dengan tiang mast tinggi untuk mengantisipasi kondisi gelombang.
Kelas Tikuna yang dibangun untuk Angkatan Laut Brazil adalah modifikasi 209/1400. Kelas ini 0,85m lebih panjang dan dilengkapi dengan mesin diesel yang berdaya leih besar, motor listrik, baterai, elektronik dan sensor yang berbeda.
Kelas Shishumar yang dibangun untuk India mempunyai karakter unik karena memiliki escape sphere yang dirancang terintegrasi oleh IKL. Sphere ini memiliki akomodasi untuk seluruh kru dengan pasokan udara sampai dengan delapan jam.
Kelas Sabalo yang dibangun untuk Venezuela sedikit diperpanjang pada saat modernisasi di HDW pada awal tahun 1990-an. Panjangnya meningkat karena penambahan kubah sonar (sonar dome) baru yang mirip dengan model pada Type 206 milik AL Jerman.
Antara 2004 dan 2005, KRI Cakra 209/1300 milik Indonesia mengalami refurbishment oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan. Kapal selam ini diperbaharui dengan menampilkan baterai baru, perombakan mesin dan penambahan sistem tempur modern. Pada tahun 2009, DSME memenangkan tender lain untuk membarui KRI Nanggala (402), yang akan selesai pada bulan Juli 2011 ini.
Upgrade type 209 dengan dengan system Air Indeendent Propulsion terbaru uga memungkinkan (AIP). Kapal pertama menerima upgrade ini adalah tiga kapal dari kelas Poseidon milik AL Yunani (Type 209/1200). Kapal diupgrade dengan memotong setengah lambung ke belakang dari ruang kontrol dan menambahkan 6 mtr plug dengan Siemens AIP system 120 kW Siemens
Kapal selam kelas Dolphin yang dibangun untuk angkatan laut Israel adalah berdasarkan desain Type 209 juga, meskipun banyak dimodifikasi dan juga desainnya diperbesar.
Negara Pemakai
Negara yang mengoperasikan Type 209 adalah; Argentina, Brazil, Chili, Kolombia, Ekuador, Yunani, India, Indonesia, Peru, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki dan Venezuela.
Semua kapal selam Type 209 ini masih beroperasi pada saat ini, kecuali ARA San Luis (S-32) milik AL Argentina, setelah terkena serangan serta perbaikan yang tidak selesai pada tahun 1997. Iran dikabarkan telah memesan enam unit kapal selam Type 209 ini, tetapi dibatalkan oleh Khomeini pada tahun 1979.
Penggunaan pertama type U-209 ini adalah Angkatan Laut Yunani yang membeli empat unit Type 209/1100 dan empat unit Type 209/1200. Tetapi operator terbesar Type 209 adalah Angkatan Laut Turki yang mengoperasikan enam unit Type 209/1200 dan delapan unit Type 209/1400
Nice Design: China Fast Attack Craft - FAC Type 022
Type 022 (NATO codename: Houbei Class) adalah generasi baru Fast Attack Craft (FAC) dengan model lambung catamaran (twin-hull) yang dibangun untuk Angkatan Laut China. Kapal pertama dari kelas ini (nomor lambung 2209) diluncurkan pada April 2004 di Qiuxin Shipyard yang berbasis di Shanghai. Enam kontraktor kini terlibat dalam pembangunan Tipe 022 ini dengan produksi sekitar 40 unit yang dirampungkan pada akhir 2007. Kapal ini menggantikan Type 021 (Huangfeng Class) yang ditugaskan antara 1960-an dan awal 1980-an.
Desain
Type 022 mempunyai fitur wave piercing hull design catamaran, yang dikenal sebagai Small Waterplane Area Twin Hull (SWATH). Sebagai catatan, desain lambung catamaran tradisional memang menyediakan deck besar dan luas, tetapi memiliki stabilitas yang kurang baik di laut bergelombang tinggi pada saat dioperasikan pada kecepatan yang tinggi. Modifikasi desain pada wave piercing catamaran, dengan meminimalkan volume lambung di permukaan, memberikan stabilitas yang baik bahkan di laut berombak sekalipun. Sebagian besar displacement lambung yang diperlukan untuk menjaga kapal tetap mengapung, didesain terletak di bawah gelombang, di mana hal ini menjadikan gelombang kurang berpengaruh pada lambung sebagaimana diketahui bahwa eksitasi gelombang akan berkurang secara eksponensial sesuai dengan kedalaman.
Kelemahan utama desain lambung SWATH ini adalah dari segi biaya yaitu SWATH lebih mahal daripada catamaran konvensional atau kapal mono-hull. Dimana SWATH membutuhkan sistem kontrol yang kompleks.
RRC dilaporkan memperoleh desain catamaran SWATH ini dari Konsultan Kelautan AMD, desainer catamaran sukses yang berbasis di Australia. Perusahaan ini memiliki perusahaan joint venture yang disebut Sea Bus Internasional yang berbasis di Cina, yang mengkhususkan diri dalam desain catamaran untuk keperluan sipil seperti feri penumpang. Desain SWATH tersebut diduga digunakan oleh kontraktor galangan kapal Cina untuk mengembangkan FAC Type 022.
Tipe 022 mempunyai, Panjang 40 meter x Lebar 12meter x Draught 1,5 meter. Kapal memiliki displacement total 220 ton. Sistem propulsi terdiri dari dua unit mesin diesel 6.865HP dengan dua unit waterjet, mampu memberikan kecepatan maksimum s/d 36 knot. Dan kapal dioperasikan oleh 12 ~ 14 awak.
Desain dari Type 022 ini telah bertujuan untuk meminimalkan penampang radar, sehingga lambung kapal tersebut dibuat miring dan semua jendela memiliki tepi bergerigi (jegged) untuk membatasi reflektifitas radar. Skema cat lambung dibuat kamuflase dengan sedikit berbeda, sesuai dengan daerah di mana kapal dioperasikan. Kapal yang dioperasikan di wilayah utara membawa empat warna kamuflase, yaitu hitam-abu-biru-putih, sedangkan yang di wilayah selatan memiliki kamuflase lebih terang dengan kebanyakan putih-abu-biru.
Sistem Senjata
Kapal ini dilengkapi dengan delapan rudal anti kapal 83 YJ yang diletakkan di dua peluncur rudal besar di buritan. Di dek depan ditempatkan Rusia AK-630 caliber 30mm dekat dengan Close In Weapon System (CIWS) atau system pertahanan udara untuk jarak pendek. Ada juga dua tabung peluncur 4-sel di dek haluan, mungkin untuk meluncurkan decoy/umpan / chaffs.
Kapal ini memiliki mask tunggal yang besar dimana sejumlah sensor yang belum dikethui identitasnya dipasang. Sebuah antena datalink terletak di antara dua peluncur rudal (missile launcher house) untuk menerima informasi berbasis target yang didapatkan dari sensor laut atau udara, memungkinkan serangan 'over-the-horizon' terhadap sasaran permukaan.
Air Defense Frigate “Chevalier Paul” memasuki Tugas Aktif
Memasuki tugas aktif merupakan langkah penting dalam kehidupan setiap kapal. Fregate AL Prancis, 'Chevalier Paul” akan melakukan misi operasional dan dalam beberapa hari mendatang, ia akan mengambil bagian dalam ”Operasi Harmattan”, misi PBB Prancis di Libya.
Fregate Chevalier Paul merupakan hasil dari program kerjasama angkatan laut Franco-Italia, HORIZON, yang mencakup pembangunan dua fregat generasi baru untuk setiap negara, dan dengan demikian menandai dimulainya pembaharuan komponen pertahanan udara bagi kedua angkatan laut.
Dalam armada Perancis, Frigate 'Le Forbin' dan 'Chevalier Paul' ini menggantikan Missile Frigate 'Suffren,' yang telah dinonaktifkan pada tahun 2001, dan Frigate ‘Duquesne’, yang dinonaktifkan pada 2007.
Misi utama Chevalier Paul adalah sebagai armada pertahanan udara. Senjata utamanya yang berupa sistem anti serangan udara memungkinkan dia untuk mengatasi ancaman serangan dari rudal type terbaru, serta mampu untuk melakukan serangan balik. Terutama berkat system peluncur rudal vertikal, ASTER, untuk menghadapi serangan udara berskala besar. Kapal ini mempunyai keunikan system elektromagnetik dan kemampuannya untuk mendeteksi serta mengumpan rudal, sehingga membuatnya sangat sesuai untuk operasi dengan intensitas tinggi serta intervensi di daerah krisis.
Dua kapal kelas Horizon ini dapat memberikan perlindungan udara bagi satuan tugas (kapal induk, amfibi atau sipil) terhadap semua ancaman udara, termasuk rudal supersonik anti kapal. Mereka mampu untuk saling berkoordinasi dalam operasi udara dari laut, termasuk yang melibatkan pesawat asing. Kemampuan mereka di pertempuran laut jenis lain juga memungkinkan mereka untuk melakukan berbagai tugas lain, termasuk mengamankan area maritim, kontrol lalu lintas maritim, evakuasi warga negara ..., dll
Strain-Based Design of Pipeline
Istilah “Strain-based Design” rasanya umum di dunia per-pipeline-an, tapi saya terus terang gak sepenuhnya ngeh.... gimana ini pendekatannya? Setau saya pendekatan limit state untuk struktur ya umumnya pakai stress-based. Ternyata Strain-based design ini adalah filosofi pendekatan desain pipa penyalur (pipeline) yang cukup gaek juga, mulai diexplore sekitar tahun 1980-an. Whehehe.. btw, ambil hikmahnya aja dah untuk belajar lagi.
Hal ini juga menjelaskan bahwa DNV Standard edisi 1981 untuk submarine pipeline ternyata beda filosofi pendekatan dengan DNV 2000 keatas. DNV 1981 secara garis besar adalah stress-based code yang mempunyai limitasi pada 72% SMYS terhadap functional loads dan 96% SMYS functional loads + environmental loads, sedang DNV OS F101 edisi 2000 keatas memakai pendekatan strain-based design criteria.
Mudahnya begini, kalau ada permukaan tanah atau seabed yang berbentuk kurva (katakanlah sebuah bukit), kemudian sebuah bentangan pipa penyalur diletakkan diatasnya, maka pipa penyalur tersebut akan mengikuti kontur dari kurva bukit tersebut. Atinya bentuk kurva dari bukit tersebut akan menentukan bentuk kurva pipa penyalur, yang berarti juga menentukan regangan (strain) yang terjadi pada pipa. Disini tampak bahwa dimensi kurva dapat menunjukkan strain yang terjadi,hal ini lebih memudahkan daripada harus mencari stress yg terjadi baru menentukan kembali strainnya.
Jadi, jika ada dua buah pipeline dengan karakter stress-strain material yang berbeda dan mereka diletakkan pada kontur kurva permukaan tanah yang sama, maka kedua pipa akan mempunyai strain yang sama, tetapi stress kedua pipa tersebut akan berbeda (karena stress-strain relation dari material tsb beda). Sehingga jika diterapkan pendekatan limitasinya pada stress based, maka batasan kedua pipa tersebut akan berbeda, dimana yg mempunyai yield strength lebih tinggi akan beda dengan yang lebih rendah. Tetapi jika jika pendekatan strain-based yang dipakai, maka kedua pipa tersebut akan mempunyai batasan yang sama dalam hubungannya dengan strain.
Tetapi bagaimanapun juga strain-based tidak bisa menggantikan stress-based design filosofi, yang terjadi adalah kedua pendekatan ini akan saling melengkapi untuk mendapat design yang lebih baik & aman.
Kamuflase (Camouflage)
Kamuflase atau dalam kata bahasa Inggrisnya Camouflage /"kam@flA;Z/,jika
mengacu kepada kamus Oxford University Press, mempunyai arti:
- The disguising of military personnel and equipment by painting or covering them to make them blend in with their surroundings.
- The natural coloring or form of an animal which enables it to blend in with its surroundings.
Pada intinya kamuflase adalah upaya penyamaran peralatan dan personel militer untuk membuat mereka terlihat menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Konsep kamuflase atau penyamaran ini juga dimiliki oleh beberapa jenis hewan, baik secara bentuk fisik atau dari warna-warana tubuh mereka yg menyatu dengan lingkungan sekitar mereka, untuk menghindari predator alami mereka.
Dari situ saya coba corat-coret beberapa konsep kamuflase kapal-kapal perang (istilah yg ada di gambar hanya merupakan sebutan seenaknya dari saya sendiri, tanpa referensi), aplikasi warna untuk kapal dalam hal ini adalah upaya kamuflase secara visual. Karena pada saat ini konsep kamuflase sudah bergeser dengan diperkenalkannya teknologi stealth serta pemakaian material kapal dan material cat yang mampu mengurangi daya deteksi radar.
Nah, kalau yang ini memang adopsi colour paint-nya USCG...
- The disguising of military personnel and equipment by painting or covering them to make them blend in with their surroundings.
- The natural coloring or form of an animal which enables it to blend in with its surroundings.
Pada intinya kamuflase adalah upaya penyamaran peralatan dan personel militer untuk membuat mereka terlihat menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Konsep kamuflase atau penyamaran ini juga dimiliki oleh beberapa jenis hewan, baik secara bentuk fisik atau dari warna-warana tubuh mereka yg menyatu dengan lingkungan sekitar mereka, untuk menghindari predator alami mereka.
Dari situ saya coba corat-coret beberapa konsep kamuflase kapal-kapal perang (istilah yg ada di gambar hanya merupakan sebutan seenaknya dari saya sendiri, tanpa referensi), aplikasi warna untuk kapal dalam hal ini adalah upaya kamuflase secara visual. Karena pada saat ini konsep kamuflase sudah bergeser dengan diperkenalkannya teknologi stealth serta pemakaian material kapal dan material cat yang mampu mengurangi daya deteksi radar.
Nah, kalau yang ini memang adopsi colour paint-nya USCG...
Uji Coba Peluncuran Rudal TNI AL
Rabu 20 April 2011: Peluru kendali (rudal) Yakhont milik TNI Angkatan
Laut yang dibeli dari Rusia berhasil melaksanakan fungsinya dalam uji
coba di Samudera Indonesia. Rudal yang memiliki kecepatan 2 Mach (atau
setara dua kali kecepatan suara), dengan jangkauan maksimal 300 km dan
daya ledak 300 kg ini berhasil menenggelamkan eks kapal perang KRI Teluk
Bayur-502 buatan Amerika Serikat pada jarak 250 km.
KRI Imam Bonjol-383 bersama KRI Teuku Umar-385, KRI Sultan Thaha Syaifuddin-386, serta KRI Oswald Siahaan-354 melakukan formasi tempur laut di Perairan Samudera Hindia (20/4). Foto: ANTARA
KRI Imam Bonjol-383 bersama KRI Teuku Umar-385, KRI Sultan Thaha Syaifuddin-386 melakukan formasi tempur laut di Perairan Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera, Rabu (20/4). Foto: ANTARA
KRI Oswald Siahaan-354. Foto: VIVAnews/ Ahmad Rizaluddin
KRI Imam Bonjol menembakkkan roket jenis RBU 6000 dengan sasaran eks-KRI Teluk Bayur-502 dengan jarak 135 mil laut di Perairan Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera, Rabu (20/4). Foto: ANTARA
Ujicoba penembakan rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan-354 di perairan Samudra Hindia, Rabu (20/4). Foto: ANTARA/Prasetyo Utomo
Foto Seri ujicoba penembakan rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan-354 di perairan Samudra Hindia, Rabu (20/4). FOTO: ANTARA/Prasetyo Utomo
KRI Imam Bonjol-383 bersama KRI Teuku Umar-385, KRI Sultan Thaha Syaifuddin-386, serta KRI Oswald Siahaan-354 melakukan formasi tempur laut di Perairan Samudera Hindia (20/4). Foto: ANTARA
KRI Imam Bonjol-383 bersama KRI Teuku Umar-385, KRI Sultan Thaha Syaifuddin-386 melakukan formasi tempur laut di Perairan Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera, Rabu (20/4). Foto: ANTARA
KRI Oswald Siahaan-354. Foto: VIVAnews/ Ahmad Rizaluddin
KRI Imam Bonjol menembakkkan roket jenis RBU 6000 dengan sasaran eks-KRI Teluk Bayur-502 dengan jarak 135 mil laut di Perairan Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera, Rabu (20/4). Foto: ANTARA
Ujicoba penembakan rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan-354 di perairan Samudra Hindia, Rabu (20/4). Foto: ANTARA/Prasetyo Utomo
Foto Seri ujicoba penembakan rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan-354 di perairan Samudra Hindia, Rabu (20/4). FOTO: ANTARA/Prasetyo Utomo
QUALITY CONTROL & QUALITY ASSURANCE SYSTEM GALANGAN KAPAL
Sistem kendali & jaminan kualitas (quality control-QC & quality
assurance-QA) adalah hal yang mutlak diperlukan dalam pengerjaan suatu
proyek, termasuk proyek pembangunan kapal baru ataupun reparasi/ docking
kapal. Secara umum, kapal dapat dikatakan memenuhi suatu level kualitas
yang baik jika kapal tersebut dapat memenuhi semua spesifikasi owner,
persyaratan klasifikasi dan statutory (ketentuan flag authority), yang
mana hal ini dapat dilihat pada sertifikat klasifikasinya – secara umum
beberapa badan klasifikasi memberikan notasi A100, A90, dll.
Untuk mencapai standard kualitas yang baik, suatu galangan dituntut untuk mempunyai manajemen kualitas yang baik. Penerapan system QA/QC dimulai dari tahap paling awal dari suatu proses pembangunan kapal, yaitu tahap desain, dimana kesesuaian desain terhadap spesifikasi, persyaratan klasifikasi & statutory menjadi acuan utama yang kemudian kesesuaian tersebut diverifikasi oleh Klas dan/atau Pemerintah (Flag Authority) yang umumnya disebut sebagai tahap plan approval.
Tahap berikutnya adalah pengadaan barang, dimana material & peralatan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi, standard klasifikasi & peraturan pemerintah, dimana kesesuaian barang yang dibeli dibuktikan dengan adanya sertifikat yang biasanya disebut sebagai type approval certificate, atau sertifikat lain yang disetujui oleh badan klasifikasi atau flag authority. Tahap pembangunan kapal adalah tahap dimana keterlibatan surveyor klasifikasi & flag authority officer terlibat aktif, dimana hampir setiap production check point yang merupakan concern mereka akan menjadi titik verifikasi/ assessment/ audit terhadap keberterimaan kapal yang dibangun, mulai dari penerimaan material di galangan, steel marking, cutting, fabrication, keel laying, erection, launching, hull, machinery and electrical outfitting sampai dengan tahap sea trial & delivery. Dimana jika dinyatakan kapal telah sesuai dengan standard klasifikasi & statutory, maka sertifikat klassifikasi & statutory akan diterbitkan untuk kapal bersangkutan.
Tetapi satu hal yang patut diingat adalah, survey oleh badan klasifikasi & flag authority tersebut bukanlah merupakan jaminan utama bahwa kapal akan mempunyai kualitas yang 100% baik atau bahkan superior jika disurvey oleh badan klasifikasi internasional yang reputable sekalipun. Mengapa? Karena apa yang surveyor lakukan lebih bersifat verifikasi oleh pihak eksternal galangan, verifikasi seketat apapun yang surveyor lakukan lebih bersifat audit yang cenderung random. Sebagai contoh sederhana, surveyor tidaklah mungkin mengikuti & memeriksa semua proses pengelasan lambung kapal selama tahap produksi. Mereka cenderung akan melakukan verifikasi sebatas concern pada critical area, baik pada system struktur lambung maupun pada system fungsional yang lain – i.e. machinery, electrical, automation, dll.
Hal utama yang menentukan baik buruknya kualitas kapal sebetulnya adalah system kendali & jaminan mutu internal dari galangan itu sendiri. Dimana departemen kendali mutu (QC Dept) yang mempunyai system & skema kendali mutu yang baik & akurat serta implementasi yang konsisten akan menjadi ujung tombaknya. Ditambah system pencatatan rekaman mutu yang akurat & mampu telusur (traceability) yang baik sebagai jaminan mutu (Quality Assurance) kalau memang produk kapal tersebut telah memenuhi persyaratan spesifikasi teknis, klasifikasi & statutory yang diminta.
Jadi akanlah sangat aneh jika semua hal berkaitan dengan kendali mutu & jaminan kualitas (QC & QA) disandarkan pada survey dan verifikasi external, karena sebetulnya liability dari pihak external akan sangat terbatas dibandingkan dengan product guarantee yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab galangan. Disamping reputasi galangan sendiri yang akan sangat terimbas oleh baik atau tidaknya mutu kapal yang dihasilkan.
Lebih aneh lagi jika suatu galangan mempunyai penerapan system security (keamanan) yang sangat ketat dan cenderung berbelit untuk menghindari hilangnya material dari galangan dibandingkan impelementasi kedua system kendali & jaminan kualitas (QA/QC) dalam memproduksi kapal……???
Untuk mencapai standard kualitas yang baik, suatu galangan dituntut untuk mempunyai manajemen kualitas yang baik. Penerapan system QA/QC dimulai dari tahap paling awal dari suatu proses pembangunan kapal, yaitu tahap desain, dimana kesesuaian desain terhadap spesifikasi, persyaratan klasifikasi & statutory menjadi acuan utama yang kemudian kesesuaian tersebut diverifikasi oleh Klas dan/atau Pemerintah (Flag Authority) yang umumnya disebut sebagai tahap plan approval.
Tahap berikutnya adalah pengadaan barang, dimana material & peralatan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi, standard klasifikasi & peraturan pemerintah, dimana kesesuaian barang yang dibeli dibuktikan dengan adanya sertifikat yang biasanya disebut sebagai type approval certificate, atau sertifikat lain yang disetujui oleh badan klasifikasi atau flag authority. Tahap pembangunan kapal adalah tahap dimana keterlibatan surveyor klasifikasi & flag authority officer terlibat aktif, dimana hampir setiap production check point yang merupakan concern mereka akan menjadi titik verifikasi/ assessment/ audit terhadap keberterimaan kapal yang dibangun, mulai dari penerimaan material di galangan, steel marking, cutting, fabrication, keel laying, erection, launching, hull, machinery and electrical outfitting sampai dengan tahap sea trial & delivery. Dimana jika dinyatakan kapal telah sesuai dengan standard klasifikasi & statutory, maka sertifikat klassifikasi & statutory akan diterbitkan untuk kapal bersangkutan.
Tetapi satu hal yang patut diingat adalah, survey oleh badan klasifikasi & flag authority tersebut bukanlah merupakan jaminan utama bahwa kapal akan mempunyai kualitas yang 100% baik atau bahkan superior jika disurvey oleh badan klasifikasi internasional yang reputable sekalipun. Mengapa? Karena apa yang surveyor lakukan lebih bersifat verifikasi oleh pihak eksternal galangan, verifikasi seketat apapun yang surveyor lakukan lebih bersifat audit yang cenderung random. Sebagai contoh sederhana, surveyor tidaklah mungkin mengikuti & memeriksa semua proses pengelasan lambung kapal selama tahap produksi. Mereka cenderung akan melakukan verifikasi sebatas concern pada critical area, baik pada system struktur lambung maupun pada system fungsional yang lain – i.e. machinery, electrical, automation, dll.
Hal utama yang menentukan baik buruknya kualitas kapal sebetulnya adalah system kendali & jaminan mutu internal dari galangan itu sendiri. Dimana departemen kendali mutu (QC Dept) yang mempunyai system & skema kendali mutu yang baik & akurat serta implementasi yang konsisten akan menjadi ujung tombaknya. Ditambah system pencatatan rekaman mutu yang akurat & mampu telusur (traceability) yang baik sebagai jaminan mutu (Quality Assurance) kalau memang produk kapal tersebut telah memenuhi persyaratan spesifikasi teknis, klasifikasi & statutory yang diminta.
Jadi akanlah sangat aneh jika semua hal berkaitan dengan kendali mutu & jaminan kualitas (QC & QA) disandarkan pada survey dan verifikasi external, karena sebetulnya liability dari pihak external akan sangat terbatas dibandingkan dengan product guarantee yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab galangan. Disamping reputasi galangan sendiri yang akan sangat terimbas oleh baik atau tidaknya mutu kapal yang dihasilkan.
Lebih aneh lagi jika suatu galangan mempunyai penerapan system security (keamanan) yang sangat ketat dan cenderung berbelit untuk menghindari hilangnya material dari galangan dibandingkan impelementasi kedua system kendali & jaminan kualitas (QA/QC) dalam memproduksi kapal……???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar